Breaking News
Loading...
Rabu, 16 Oktober 2019

Inokulum Potensial Penyakit Hawar Pelepah Padi (Rhizoctonia solani Kühn)

4:58 PM

Penyakit hawar pelepah padi yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani Kühn AG-1, merupakan salah satu penyakit penting padi di daerah tropik. Pengendalian penyakit ini sulit dilakukan karena patogennya memiliki inang yang beragam. Patogen selalu tersedia di tanah dan dapat bertahan hidup dalam bentuk aktif maupun dorman. Keparahan penyakit hawar pelepah terus meningkat akhir-akhir ini di Indonesia, terutama di daerah pertanian padi yang intensif. Penanaman padi varietas unggul tipe pendek dan beranakan banyak makin tersebar luas; di samping itu, ada kecenderungan pemberian pupuk nitrogen dengan dosis tinggi di lapang.
Praktik budidaya semacam ini membuat tanaman padi tumbuh dengan daun lebat, sehingga menyebabkan lingkungan di sekitar tanaman cocok untuk perkembangan penyakit hawar pelepah. Tanaman padi yang terkena gangguan hawar pelepah batangnya menjadi lemah dan mudah mengalami kerebahan (Gambar 1).
Gambar 1. Gejala hawar pelepah (a), tanaman padi yang terkena gangguan hawar pelepah mudah rebah (b)
Inokulum penyakit hawar pelepah telah diketahui berupa sklerotium yang terdapat di sawah. Dilaporkan bahwa keparahan penyakit hawar pelepah tergantung pada jumlah inokulum awal, kondisi lingkungandan manajemen budidaya. Di negara beriklim sedang, sumber infeksi berupa sklerotium, miselium pada seresah tanaman (Gambar 2), dan basidiospora. Pada musim dingin miselium dalam seresah tanaman dapat hilang kemampuan menginfeksi karena pengaruh suhu rendah, sedangkan sklerotium lebih mampu bertahan hidup dalam suhu rendah.
Inokulum penyakit hawar pelepah telah diketahui berupa sklerotium yang tersebar di sawah. Di negara beriklim sedang, sumber infeksi berupa sklerotium, miselium pada seresah tanaman (Gambar 2), dan basidiospora. Pada musim dingin miselium dalam seresah tanaman dapat hilang kemampuan menginfeksi karena pengaruh suhu rendah, sedangkan sklerotium lebih mampu bertahan hidup dalam suhu rendah. Dilaporkan bahwa keparahan penyakit hawar pelepah tergantung pada jumlah inokulum awal, kondisi lingkungan, dan manajemen budidaya.
Gambar 2. Sklerotium dan miselium sebagai inokulum penyakit hawar pelepah
Di daerah tropik, peranan basidiospora belum banyak diketahui, sedangkan miselium dalam seresah tanaman kemungkinan mempunyai peranan penting sebagai inokulum awal penyakit hawar pelepah. Informasi  tentang peranan miselium dalam sisa tanaman sangat bermanfaat sebagai dasar usaha pengendalian penyakit hawar pelepah yang berorientasi pada penekanan jumlah dan potensi inokulum awal.  Oleh karena itu perlu dikaji arti penting miselium dalam seresah jerami dan sklerotium jamur R. solani sebagai inokulum awal penyakit hawar pelepah padi di sawah.
Jamur R. solani berhasil diisolasi dari seresah jerami sisa panen. Hal ini membuktikan bahwa seresah jerami yang tersebar di sawah banyak mengandung miselium sebahai sumber inokulum aktif.  Jamur R. solani ditumbuhkan pada agar kentang (PDA) dalam cawan petri berdiameter 9 cm. Sklerotium yang dihasilkan dapat dipanen dari biakan murni jamur R. solani berumur 8-10 hari. Sklerotium dan miselium dalam seresah jerami diinokulasikan/ditempelkan pada tanaman untuk mengetahui peranannya sebagai inokulum awal penyakit pada pertanaman baru.
Satu minggu setelah inokulasi, penyakit hwar pelepah berkembang dengan baik yang dicirikan dengan gejala khas hawar di bagian pelepah dekat daerah inokulasi. Penyakit hawar pelepah berkembang pesat karena didukung oleh suhu lingkungan di bawah kanopi tanaman berkisar 28-30oC dan kelembaban 95-97% pada pukul 10.00 WIB. Gejala hawar terus berkembang pada tanaman yang diinokulasi, hal ini membuktikan bahwa sklerotium maupun miselium dalam seresah jerami mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan penyakit hawar pelepah. Kecepatan munculnya gejala hawar dipengaruhi oleh jumlah dan jenis inokulum yang diinokulasikan.
Pada percobaan inokulasi tanaman  padi di pot dengan jumlah dan jenis inokulum penyakit, gejala hawar mulai muncul pada 6, 7 dan 9 hari,  berturut-turut untuk perlakuan dengan 10, 8, dan 6 sklerotium per pot. Data ini menunjukkan bahwa semakin banyak inokulum awal yang kontak dengan tanaman semakin pendek waktu yang dibutuhkan patogen untuk melaklukan proses infeksi. Keefektifan miselium pada seresah jerami sebagai inokulum awal penyakit dapat diketahui dengan munculnya gejala hawar pada 10 hari setelah inokulasi. Hal ini membuktikan bahwa seresah jerami yang terinfeksi mempunyai peranan penting sebagai inokulum awal penyakit hawar pelepah.
Sklerotium merupkan bentuk pertahanan hidup jamur R. solani pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan juga sebagai alat penyebaran. Sklerotium dibentuk dari kumpulan sel-sel hifa yang memadat dan mengering di lapisan luar, tetapi sel-sel di lapisan dalam masih hidup. Populasi sklerotium makin tinggi berarti makin banyak sel hidup yang berfungsi sebagai inokulum awal penyakit. Di samping itu  jamur R. solani dapat diisolasi dari seresah jerami yang terapung di air sawah, ini berarti seresah jerami menjadi sumber inokulum penyakit hawar pelepah. Pada seresah jerami terdapat miselium aktif  yang dapat menginfeksi tanaman.
Perlakuan inokulasi dengan menggunakan 5 g seresah jerami dan 6 sklerotium mengakibatkan keparahan penyakit hawar pelepah  yang sebanding. Keadaan ini membuktikan bahwa tekanan penyakit akibat perlakuan inokulasi menggunakan 5 g seresah jerami terinfeksi dan 6 sklerotium mempunyai pengaruh yang tidak berbeda. Pemberian bahan organik berupa seresah jerami terinfeksi segar ke pertanaman berarti menambah inokulum penyakit, sehingga dapat meningkatkan keparahan dan kerusakan tanaman. (bbpadi)(maspolhut)

0 comments:

 
Toggle Footer