Breaking News
Loading...
Minggu, 20 Oktober 2019

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

11:36 PM

Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu dan aroma beras aromatik, salah satunya ketinggian tempat penanaman. Beras aromatik yang ditanam di ketinggian berbeda akan menghasilkan mutu dan aroma yang berbeda.Tinggi tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang diterima oleh tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah suhu dan intensitas sinar matahari tempat tersebut. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya akan digunakan untuk menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.
Untuk itu dilakukanpenelitian ”Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik”. Sebanyak 6 (enam) varietas padi aromatik yaitu: Sintanur, Batang Gadis, Celebes, Cimelati, Gilirang dan Rojolele ditanam di 3 (tiga) lokasi dengan ketinggian yang berbeda yaitu: Subang/rendah (< 500 mdpl), Sumedang/sedang (500-900 mdpl), dan Garut/tinggi (>1000 mdpl) pada MT 2012. Padi ditanam dengan mengikuti tata cara bercocok tanam padi yang baik (good agriculture practices). Kualitas gabah dan beras dianalisis dengan mengikuti metode standar yang secara rutin telah dilakukan di laboratorium mutu gabah dan beras BB Padi dan data diolah lebih lanjut dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh terhadap mutu fisik gabah (densitas dan bobot 1000 butir), sedangkan ketinggian tempat hanya berpengaruh terhadap bulir hijau.
Varietas juga mempengaruhi mutu fisik beras (beras kepala, butir patah, whiteness, translucencydan milling degree), sedangkan ketinggian tempat berpengaruh terhadap translucency dan milling degreeberas. ketinggian tempat pertanaman mempengaruhi mutu gabah yaitu kadar kotoran, densitas, butir kuning/rusak dan bobot 1000 butir, dan mutu fisik beras yaitu beras kepala, beras patah, dan derajat keputihan beras.
Beras (Oryza sativa L.) merupakan jenis cereal yang paling menonjol diantara yang lainnya karena dua per tiga dari populasi penduduk dunia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok (Zhoutet al. 2002), termasuk Indonesia. Penduduk Indonesia mengkonsumsi beras rata-rata perkapita pertahun pada tahun 2011 adalah 89.477 kg (Kementerian Pertanian 2011).Beras merupakan sumber energi, vitamin, mineral, dan beberapa asam amino. Banyak varietas yang telah diciptakan dan dikembangkan oleh para pemulia untuk mencapai swasembada beras dalam negeri dan juga bisa mengekspor ke luar negeri.Banyaknya varietas dan jenis beras yang beredar di pasaran menyebabkan pemerintah menerbitkan standar mutu beras giling agar beras yang diperdagangkan memenuhi standar. SNI beras giling berisi syarat mutu beras giling dengan lima tingkatan mutu, yakni mutu I, II, III, IV dan V (Badan Standarisasi Nasional 2008).
Standar mutu atau SNI tersebut belum berlaku efektif dan kurang spesifik di Indonesia (Indrasari et al. 2009). Beras aromatik adalah beras wangi yang mutunya belum diatur dalam SNI. Beras aromatik adalah beras yang populer saat ini dan memiliki harga yang tinggi baik dipasar lokal maupun pasar internasional. Beras aromatik memiliki karakteristik yang khas yaitu beraroma pandan. Mutu fisik beras aromatik maupun non aromatik sangat berpengaruh terhadap preferensi konsumen dan harga jual (Correˆaet al. 2007). Contohnya persentase beras kepala adalah salah satu parameter yang paling penting dalam dunia perindustrian beras (Marchezan 1991). Produktivitas dan mutu fisik beras dipengaruhi oleh geografis,antara lain(suhu, sinar matahari, ketinggian, dan panjang hari), kelembaban, lokasi pertanaman, pola bertanam dan pemanenan, lokasi dan kandungan tanah pertanaman dan menggunakan benih yang sehat (FAO 1998) dan teknik pascapanen yang digunakan. Beras aromatik memiliki kekhasan dalam hal pertanaman. Beras aromatik jika ditanam di tempat yang bukan tempat aslinya biasanya menghasilkan mutu beras yang lebih rendah dan kurang aromatik atau bisa non aromatik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh ketinggian tempat tanam terhadap mutu fisik beras aromatik.
Beras giling merupakan butir utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan kualitas beras giling pengadaan dalam negeri. Rendemen beras giling semua sampel beras aromatik yang dianalisis berkisar antara 59,92% (Rojolele, Garut) sampai dengan 69,09% (Sintanur, Subang). Persentase beras giling tidak dipengaruhi oleh jenis varietas dan ketinggian tempat lokasi pertanaman (p>0,05). Standar nasional beras giling untuk pengadaan beras dalam negeri tidak mensyaratkan kriteria ini.
Beras kepala adalah komponen mutu fisik beras yang secara langsung berpengaruh terhadap tingkat penerimaan oleh konsumen. Beras kepala merupakan penjumlahan butir utuh (whole kernel) dan butir bersar. Konsumen tidak menyukai beras giling dengan kadar beras kepala rendah. Standar mutu beras kepala berdasarkan SNI No. 01-6128-2008 untuk kelas mutu I, II, III, IV, dan V mensyaratkan kadar beras kepala minimal sebesar 95%, 89%, 78%, 73% dan 60% secara berurutan. Kadar beras kepala semua sampel beras yang dianalisis berkisar antara 61,36% (Rojolele, Subang) sampai dengan 95,54% (Celebes, Subang). Semua sampel beras Rojolele yang ditanam di ketiga lokasi penelitian berkadar beras kepala 61,36- 68,22%, sehingga termasuk mutu tipe V SNI No. 01-6128-2008. Butir kepala terendah ada pada varietas Rojolele Garut, hasil ini beriringan dengan hasil butir hijau dan butir kuning yang memang lebih tinggi dari yang lainnya. Butir kepala untuk varietas Batang Gadis dan Celebes yang ditananam dilokasi Subang lebih dari 95%, sehingga dapat masuk dalam kategori mutu I. Sedangkan sisanya termasuk dalam kelas mutu II dan III standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008. Varietas mempengaruhi beras kepala, sedangkan ketinggian lokasi pertanaman tidak berpengaruh terhadap beras kepala
Nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala. Menurut standar SNI No. 01-6128-2008 kadar beras patah yang dipersyaratkan untuk beras kelas mutu I, II, III, IV dan V masing-masing sebesar maksimum 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 25% secara berurutan. Persentase beras patah semua sampel beras aromatik yang dianalisis berkisar antara 4,02%(Batang Gadis, lokasi Subang)sampai dengan 31,56% (Rojolele, lokasi Sumedang). Bila dibandingkan dengan standar, maka varietas Batang Gadis dan Celebes (Subang) masuk mutu I; Sintanur (Subang, Sumedang, Garut), Celebes (Garut), Cimelati (Subang, Sumedang, Garut) dan Gilirang (Subang) masuk mutu II; Batang Gadis (Sumedang, Garut), Celebes (Sumedang), Gilirang (Sumedang, Garut) masuk mutu III; sedangkan Rojolele tidak memenuhi mutu standar. Varietas berpengaruh signifikan terhadap butir patah sedangkan ketinggian tempat tidak berpengaruh (p>0,05). Faktor yang berpengaruh terhadap kadar butir patah dan menir dalam beras giling antara lain kadar air gabah saat penggilingan dan teknik pengeringan.
Warna merupakan salah satu komponen mutu fisik beras giling yang pertama kali menentukan terhadap tingkat penerimaannya oleh konsumen. Konsumen akan memberikan penilaian yang rendah terhadap beras giling dengan warna kusam. Pengukuran warna beras giling bersifat relatif karena dibandingkan dengan warna kristal BaSO4 pada alat Satake Milling Meter. Nilai derajat putih (whiteness) ke enam varietas beras aromatik yang ditanamdi Subang, Sumedang, dan Garut berkisar 38,20 (Gilirang, Garut) sampai dengan 49,20 (Celebes, Subang). Varietas mempengaruhi whiteness beras, sedangkan ketinggian tidak berpengaruh (p>0,05). Disamping dipengaruhi oleh karakter genetik, derajat putih butiran beras dipengaruhi oleh tahapan pasca panennya terutama tahap penggilingan. Penggunaan alat penyosoh tipe friksi menghasilkan beras giling dengan warna butir beras putih jernih dengan nilai derajat putih lebih tinggi. Sedangkan penggunaan alat penyosoh tipe abrasive menghasilkan beras dengan warna butir beras putih namun tidak bening (putih susu) dengan nilai derajat putih lebih rendah.
Selain ditentukan oleh warna butiran beras mutu fisik beras juga dtentukan oleh karakter kebeningan (translucency) butiran beras. Konsumen beras umumnya menghendaki beras berwarna putih dan bening dari pada beras berwarna putih kapur. Perlakuan pra dan pasca panen berpengaruh terhadap karakter ini. Gabah yang mengalami penundaan perontokan bila dijemur dan digiling menghasilkan beras dengan butir kuning yang tinggi dengan penampilan beras yang kurang bening (kusam). Penggunaan alat penyosoh tipe friksi menghasilkan beras giling dengan karakter warna bening seperti kaca. Perlakuan pengkabutan pada tahap akhir proses penyosohan beras pecah kulit juga meningkatkan performan beras giling menjadi bening dan mengkilap atau lebih dikenal dengan proses kristalisasi. Nilai translucency semua beras berkisar 1,70 (Batang Gadis Sumedang) sampai dengan 2,57 (Cimelati Subang). Varietas dan ketinggian tempat mempengaruhi translucencydari beras (Tabel 4).
Milling degree atau derajat penggilingan merupakan salah satu komponen mutu fisik beras yang menggambarkan kenampakan beras secara keseluruhan baik dari aspek derajat putih dan kebeningan butiran beras. Beras dengan warna putih (derajat putih) dan tingkat kebeningan (translucency) lebih tinggi akan menghasilkan beras dengan nilai derajat giling (milling degree) lebih besar. Nilai milling degree semua sampelberas aromatik dari dataran rendah (Subang), sedang (Sumedang), dan tinggi (Garut)berkisarantara 83,4% (Gilirang, Garut)sampai dengan 162,5% (Rojolele, Subang). Penggunaan alat penyosoh tipe friksi menghasilkan beras giling dengan karakter warna bening seperti kaca dan butiran beras berwarna putih bersih yang pada akhirnya nilai derajat penggilingan meningkat. Varietas dan ketinggian lokasi pertanaman berpengaruh terhadap milling degree(derajat sosoh) dari beras.
(bbpadi)(maspolhut)

0 comments:

 
Toggle Footer