Breaking News
Loading...
Kamis, 10 Oktober 2019

Cendawan Entomopatogen dari Tubuh Wereng Hijau

11:34 PM

Sekarang ini usaha yang dilakukan oleh petani dalam mengendalikan hama wereng hijau sebagai vektor penyakit tungro masih tetap setia pada penggunaan insektisida. Padahal, penggunaan insektisida bukanlah solusi yang tepat karena lambat laun justru akan menimbulkan masalah baru seperti terjadinya resistensi dan resurgensi wereng hijau, terbunuhnya musuh alami, serta terjadinya pencemaran lingkungan.
Dengan demikian, diperlukan alternatif pengendalian wereng hijau secara terpadu dan ramah lingkungan. Selain penggunaan varietas tahan, pemanfaatan cendawan entomopatogen juga merupakan salah satu komponen pengendalian terpadu yang mempunyai prospek cukup baik dalam mengendalikan wereng hijau.
Cendawan entomopatogen merupakan cendawan yang sifatnya patogenik (penyebab penyakit) pada serangga/hama. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan yang patogenik serangga (entomopatogen) berpotensi untuk dikembangkan dalam menekan populasi wereng hijau sehingga secara otomatis juga dapat menekan intensitas penyakit tungro. Selain itu penggunaan cendawan entomopatogen yang terdapat secara alami merupakan hal yang utama dalam program PHT.
Cendawan entomopatogen dapat diperoleh dengan mengambil sampel serangga wereng hijau yang terserang patogen dengan mengamati semua rumpun tanaman padi kemudian melakukan isolasi serta identifikasi patogen (cendawan) tersebut dari tubuh wereng hijau yang terinfeksi. Untuk pengambilan sampel di hamparan padi yang luas digunakan net jaring dengan menyapukan net pada hamparan padi sebanyak sepuluh kali ayunan ganda per unit contoh, kemudian serangga hama wereng hijau yang tertangkap diperiksa untuk mendapatkan wereng hijau yang terinfeksi cendawan.
Jika ditemukan adanya miselium cendawan yang tumbuh menyelimuti tubuh wereng hijau maka besar kemungkinan wereng hijau tersebut terinfeksi cendawan entomopatogen. Untuk membuktikan jenis cendawan apa yang menyerang wereng hijau maka dilakukan isolasi, inokulasi, reisolasi dan identifikasi wereng hijau (sesuai sistem Postulat Cock).
Isolasi dilakukan pada media PDA, namun sebelum dilakukan isolasi wereng hijau yang mati didesinfeksi dengan alkohol 70% dan NaOCl masing-masing selama 3 menit kemudian dengan air steril 3 kali dan dikeringkan dengan kertas absorben steril kemudian ditanam ke media PDA. Cendawan yang tumbuh di media PDA tersebut kemudian dimurnikan dan diperbanyak lalu diidentifikasi di bawah mikroskop.
Cendawan murni (tanpa kontaminan) tersebut kemudian diinokulasikan pada wereng hijau sehat yang telah disiapkan sebelumnya, sekitar 10 nimfa instar ke empat dan 10 imago wereng hijau yang berumur sama dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berukuran besar, kemudian di tetesi suspensi spora cendawan 2 cc selama 15 menit. Selanjutnya nimfa dan imago wereng hijau tersebut dilepaskan pada tanaman padi yang berada dalam kurungan kasa. Kemudian dilakukan pengamatan wereng hijau yang mati (dihitung persentase mortalitas wereng hijau) setiap 24 jam dimulai dari saat inokulasi sampai 2 minggu.
Wereng hijau yang mati diperiksa di bawah mikroskop, apakah kematiannya disebabkan oleh isolat cendawan patogen atau penyebab lain. Jika bangkai wereng hijau tersebut ditumbuhi miselium cendawan maka kemungkinan besar penyebab kematiannya adalah cendawan entomopatogen. Untuk membuktikannya lebih lanjut maka wereng hijau yang mati  tersebut kemudian direisolasi (diletakkan kembali) pada media PDA.
Cendawan yang tumbuh pada media PDA tersebut kemudian dimurnikan dan diperbanyak lalu diidentifikasi untuk membuktikan apakah morfologi cendawan  sama pada hasil isolasi sebelumnya. Jika sama, maka bisa dipastikan bahwa cendawan tersebut bersifat patogenik terhadap wereng hijau yang kemudian bisa diuji lebih lanjut dalam skala besar untuk menekan populasi wereng hijau. (bbpadi)(maspolhut)

0 comments:

 
Toggle Footer